Kompetensi Tipikor Jadi Perbincangan Akademisi FH Hukum Unsrat

Berita Utama, Hukum1111 Dilihat

Manadozone || Manado – Kalangan akademisi Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado, Sulawesi Utara (Sulut), perbincangkan kompetensi absolut Pengadilan Negeri Tipikor.

“Eksepsi terdakwa AMP alias Aye, dalam sidang dugaan korupsi proyek pemecah ombak di Desa Likupang, Kabupaten Minahasa Utara, pada sidang Tipikor di PN Manado, sangat menarik dibedahnya,” kata Akademisi Fakultas Hukum (FH) Unsrat Manado, Toar Palilingan, SH, MH, di Manado, Jumat (30/4).

Toar yang juga Wakil Dekan FH Unsrat Manado, mempertanyakan kompetensi absolut Pengadilan Tipikor Manado yang terungkap dalam sidang atas perkara tersebut.

“Setelah mengikuti jalannya persidangan perkara AMP lewat eksepsi atau nota keberatan yang bersangkutan sebagai terdakwa ada yang menarik terungkap dari aspek hukum, saudara terdakwa mempertanyakan kompetensi absolut Pengadilan Tipikor Manado,,”” jelasnya ditemui diruangkerjanya.

Baca juga:   Respons Viral Video Penganiayaan di Perkamil, Polresta Manado Amankan 6 dari 7 Terduga Pelaku

Toar mengatakan, antara lain terdakwa mengungkap status pekerjaan proyek tersebut yang menyeret terdakwa ke Pengadilan Tipikor.

Padahal, pekerjaan proyek tersebut belum selesai. karena dalam persidangan harus punya bukti nyata ada kerugian negara. “Seharusnya kerugian negara itu baru bisa diketahui setelah proyek bernilai Rp 15,2 miliar itu selesai dikerjakan dan diserahkan ke Pemerintah Kabupaten Minahasa Utara,” jelasnya.

Dengan begitu papar Toar, bisa dijadikan alat bukti atau fakta dalam persidangan. ‘Saya menilai hal ini dari aspek hukum ya,” tegasnya.

Tapi, lanjut Toar, yang menjadi menerik kasus ini dibeda kalangan akademisi FH Unsrat, argumen eksepsi terdakwa seakan-akan menggiring kasus ini yang lagi hangat diikuti perkembangannya oleh masyarakat telah terjadi kriminalisasi.

Baca juga:   Nekat Lakukan Pencurian, Pemuda Tanggung Ditangkap Polisi

“Pekerjaan proyek pemecah ombak ini kan belum selesai. Mestinya, pekerjaan nya diakhiri dulu dan diserahkan ke pemerintah setempat. Kalau belum selesai itu belum ada kepastian hukum, titik tolak perhitungan ganti ruginya dimana?”tandasnya.

Menurut Toar, hal ini yang menjadi konsumsi kalangan akademisi FH Unsrat dan kelompok mansiswa hukum.

Sementara itu, Akademisi Dosen FH Unsrat Manado Eugenius Paransi, SH, menyatakan, sangat menghargai proses hukum yang dilakukan aparat penegak hukum. Tetapi, apa saja yang diperiksa tentu harus berada pada koridor hukum. Termasuk perkara ini.

Baca juga:   Pemkot Tomohon Gelar Forum Lintas Perangkat Daerah Kota Tomohon Tahun 2018

Misalnya, kata Paransi, kita memeriksa bangunan proyek seyogyanya harus memperhatikan ketentuan perundangan-undangan yang berlaku.

“Seperti tentang pekerjaan jasa konstruksi prosesnya harus melalui FHO (Final Hand Over) setelah proyek selesai 100 persen, dan diserahkan ke pemerintah baru diselidiki apakah ada kerugian yang negara.

“Setelah FHO proyek itu juga tahapannya masih pada pemeliharaan. Ya, saya menilai terlalu prematur memutuskan ada kerugian uang negara dalam kasus ini,” ujarnya.

Perkara ini disidangkan di Pengadilan Tipikor Manado, Rabu (28/4), dengan agenda eksepsi penasehat hukum terdakwa, AMP alias Aye. (VL/JIM)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *